Oleh : Prof Dr Khairunnas Rajab
Rektor UIN Sultan Syarif Kasim Riau
Haji adalah ibadah yang diperuntukkan khusus bagi yang mampu, manistathoah ilaihi sabila. Banyak pengertian dan terminologi sosial terkait dengan manistathoah ilaihi sabila dari perspektif yang berbeda-beda.
Berhaji perlu kesiapan materi dalam makna yang lebih umum. Tetapi banyak orang yang memiliki materi justeru tidak berhaji. Ada kesiapan mental yang juga disebut sebagai syarat manistathoah ilaihi sabila, lalu banyak kemudian orang siap mental tidak kunjung berhaji. Bahkan ada yang memiliki kekayaan berlimpah dan mental sudah siap sedia untuk berhaji, tetapi juga tidak dapat panggilan ke Baitullah.
Berhaji sesungguhnya adalah ibadah yang bukan saja manistathoah ilaihi sabila, lebih dari itu ibadah haji adalah panggilan ilahi menuju kota suci yang di dalamnya ada serangkaian ubudiyah warisan sang khalilullah Ibrahim AS. Ibadah haji tidak dapat dilakukan oleh orang kaya sekalipun, karena banyak orang miskin yang berhaji oleh sebab panggilan Tuhannya sudah datang kepadanya. Ibadah haji adalah seruan kepada orang pilihan yang ditentukan Allah SWT untuknya.
Cakrawala berhaji perlu pemaknaan yang holistik karena dinamikanya tidak bisa diduga dan sulit dipahami oleh Indra dan akal manusia. Urusan berhaji adalah urusan seruan dan panggilan terhadap orang-orang tertentu yang manistathoah ilaihi sabila. Sering juga dijumpai sebagian kecil jamaah yang sudah mempersiapkan diri untuk berhaji dan sudah berada di tanah haram, namun tidak dapat menunaikan ibadah haji dengan rukun dan syarat-syarat tertentu.
Haji memang perlu kesadaran yang terhubung langsung dengan Tuhan. Berhaji ketika dikaitkan dengan mabrur, maka itu artinya implementasi syarat, rukun dan wajib haji terlaksana dengan baik tanpa dicampur aduk maksiat, seperti ghibah, angkuh, hasad, dan syirik.
Ibadah haji mengharuskan tazkiyah al nafs yang internal dalam diri. Taqarrub ilallah yang bermuatan zikir meliputi drama kedekatan manusia dengan Rabbnya. Ucapan talbiyah, zikir, dan bacaan senandung al Quran mengiringi sepanjang wukuf, melontar, thawaf, dan sya’i mengurai kekisruhan dunia berubah jadi kedamaian, ketenangan, dan ketenteraman jiwa.
Hubungan manusia dengan Tuhan tidak berjarak, rasa syahdu menggelora di jiwa; wahai Allah bukakan pintu taubat dan ampunan untuk kami, menunggu keredhaan-Mu yang tiada pernah pupus.
Apabila spiritualitas ini berjalan lancar, maka terasa berhutang yang tidak akan pernah terbayarkan kepada Menteri Agama Gus Yaqut Khalil Qoumas yang terlihat menyapa jamaah, mengerahkan petugas agar bekerja dengan sepenuh hati yang tak kenal lelah.
Berhaji dengan kementerian Agama memang ada keluh kesahnya, tetapi apa yang dilakukan perbaikan untuk mencapai pengertian manistathoah ilaihi sabila selalu menancapkan nilai terbaik yang patut disyukuri. Pelayanan dari petugas semakin menunjukkan perbaikan, apalagi Gus Menteri yang terlibat langsung menuju pelaksanaan ibadah haji dari tahun ke tahun yang semakin baik.
Melihat fenomenal berhaji dan seruan kepada perbaikan telah patut disyukuri, pemerintah bergerak lebih cepat mengayomi jamaah, sekalipun jamaah dua ratusan ribu jumlah yang fantastis untuk mendapatkan perhatian. Untuk ratusan ribu jamaah Indonesia, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama RI dapat diberikan apreasiasi. Sekalipun terkadang ada yang kurang tepat berupa tindakan petugas, namun itu hal lumrah, namanya menangani orang banyak. Allahu a’lam bisshowab**
Oleh : Prof Dr Khairunnas Rajab
Rektor UIN Sultan Syarif Kasim Riau
Haji adalah ibadah yang diperuntukkan khusus bagi yang mampu, manistathoah ilaihi sabila. Banyak pengertian dan terminologi sosial terkait dengan manistathoah ilaihi sabila dari perspektif yang berbeda-beda.
Berhaji perlu kesiapan materi dalam makna yang lebih umum. Tetapi banyak orang yang memiliki materi justeru tidak berhaji. Ada kesiapan mental yang juga disebut sebagai syarat manistathoah ilaihi sabila, lalu banyak kemudian orang siap mental tidak kunjung berhaji. Bahkan ada yang memiliki kekayaan berlimpah dan mental sudah siap sedia untuk berhaji, tetapi juga tidak dapat panggilan ke Baitullah.
Berhaji sesungguhnya adalah ibadah yang bukan saja manistathoah ilaihi sabila, lebih dari itu ibadah haji adalah panggilan ilahi menuju kota suci yang di dalamnya ada serangkaian ubudiyah warisan sang khalilullah Ibrahim AS. Ibadah haji tidak dapat dilakukan oleh orang kaya sekalipun, karena banyak orang miskin yang berhaji oleh sebab panggilan Tuhannya sudah datang kepadanya. Ibadah haji adalah seruan kepada orang pilihan yang ditentukan Allah SWT untuknya.
Cakrawala berhaji perlu pemaknaan yang holistik karena dinamikanya tidak bisa diduga dan sulit dipahami oleh Indra dan akal manusia. Urusan berhaji adalah urusan seruan dan panggilan terhadap orang-orang tertentu yang manistathoah ilaihi sabila. Sering juga dijumpai sebagian kecil jamaah yang sudah mempersiapkan diri untuk berhaji dan sudah berada di tanah haram, namun tidak dapat menunaikan ibadah haji dengan rukun dan syarat-syarat tertentu.
Haji memang perlu kesadaran yang terhubung langsung dengan Tuhan. Berhaji ketika dikaitkan dengan mabrur, maka itu artinya implementasi syarat, rukun dan wajib haji terlaksana dengan baik tanpa dicampur aduk maksiat, seperti ghibah, angkuh, hasad, dan syirik.
Ibadah haji mengharuskan tazkiyah al nafs yang internal dalam diri. Taqarrub ilallah yang bermuatan zikir meliputi drama kedekatan manusia dengan Rabbnya. Ucapan talbiyah, zikir, dan bacaan senandung al Quran mengiringi sepanjang wukuf, melontar, thawaf, dan sya’i mengurai kekisruhan dunia berubah jadi kedamaian, ketenangan, dan ketenteraman jiwa.
Hubungan manusia dengan Tuhan tidak berjarak, rasa syahdu menggelora di jiwa; wahai Allah bukakan pintu taubat dan ampunan untuk kami, menunggu keredhaan-Mu yang tiada pernah pupus.
Apabila spiritualitas ini berjalan lancar, maka terasa berhutang yang tidak akan pernah terbayarkan kepada Menteri Agama Gus Yaqut Khalil Qoumas yang terlihat menyapa jamaah, mengerahkan petugas agar bekerja dengan sepenuh hati yang tak kenal lelah.
Berhaji dengan kementerian Agama memang ada keluh kesahnya, tetapi apa yang dilakukan perbaikan untuk mencapai pengertian manistathoah ilaihi sabila selalu menancapkan nilai terbaik yang patut disyukuri. Pelayanan dari petugas semakin menunjukkan perbaikan, apalagi Gus Menteri yang terlibat langsung menuju pelaksanaan ibadah haji dari tahun ke tahun yang semakin baik.
Melihat fenomenal berhaji dan seruan kepada perbaikan telah patut disyukuri, pemerintah bergerak lebih cepat mengayomi jamaah, sekalipun jamaah dua ratusan ribu jumlah yang fantastis untuk mendapatkan perhatian. Untuk ratusan ribu jamaah Indonesia, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama RI dapat diberikan apreasiasi. Sekalipun terkadang ada yang kurang tepat berupa tindakan petugas, namun itu hal lumrah, namanya menangani orang banyak. Allahu a’lam bisshowab**