Kondisi salah satu kantor kelurahan yang dikerjakan dengan metode swakelola.(ali)
SELATPANJANG - Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Kepulauan Meranti diterpa isu tak sedap terkait pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan metode swakelola.
Isu menyebutkan Dinas PUPR hanya mengurus administrasi dan pengawasan, sementara pelaksanaan pekerjaan konstruksi dilakukan pihak ketiga tanpa perikatan kontrak yang sah, serta tanpa proses pengajuan harga penawaran.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas PUPR Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko MT, melalui Kepala Bidang Cipta Karya dan Konstruksi, Feni Utami ST MH, membantah keras tuduhan tersebut. Feni menegaskan, pekerjaan konstruksi dengan metode swakelola tidak dilakukan untuk meraup keuntungan, melainkan untuk mengoptimalkan anggaran yang ada. Hal ini, katanya, dibuktikan dengan anggaran yang digunakan sesuai dengan realisasinya dan telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebanyak dua kali pada tahun 2023 dan 2024 tanpa adanya temuan kerugian negara.
"Anggaran yang diplot untuk empat kegiatan konstruksi dengan metode swakelola sudah sesuai dengan realisasinya," katanya.
Selain itu, lanjutnya, sudah dilakukan audit sebanyak dua kali pada tahun 2023 dan 2024 dan tidak ada ditemukan kerugian negara. "Jika ada kerugian yang ditimbulkan, sudah barang tentu akan diminta untuk dikembalikan," ujar Feni Utami, Selasa (3/9).
Dikatakannya, pihak ketiga yang terlibat dalam proyek hanya berperan sebagai penyedia bahan material bangunan, sementara pelaksanaan proyek sepenuhnya dikerjakan oleh tim swakelola dari Dinas PUPR.
"Kami melibatkan pihak ketiga hanya sebagai penyedia bahan material bangunan. Sementara untuk pelaksanaannya tetap dikerjakan oleh tim swakelola Dinas PUPR," jelasnya.
Disebutkannya, tuduhan hanya melihat temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) secara parsial tanpa melihat keseluruhan proses yang telah dilakukan. Menurutnya, Standar Operasional Prosedur (SOP) pengadaan barang dan jasa melalui swakelola tipe 1 telah dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi BPK.
Pada kesempatan tersebut, Feni menegaskan, isu mengenai pemeriksaan KPK terkait kegiatan swakelola di Dinas PUPR tidak benar. Pemeriksaan yang dilakukan KPK hanyalah untuk mengumpulkan keterangan terkait kasus gratifikasi yang menjerat Bupati non aktif, Muhamad Adil.
Ia merinci kegiatan konstruksi yang dilakukan dengan metode swakelola, antara lain Pembangunan Kantor Kelurahan Selatpanjang Barat sebesar Rp470.000.000, lanjutan pembangunan Kantor Kelurahan Selatpanjang Barat Rp350.000.000, pembangunan Kantor Kelurahan Selatpanjang Selatan sebesar Rp659.000.000 dan pembangunan Pagar Kantor Dinas PUPR sebesar Rp877.450.000.
Dijelaskannya, metode swakelola dipilih karena terbukti efektif dalam mengatasi keterbatasan anggaran, dengan tetap menjaga kualitas hasil pekerjaan.
Pembangunan menggunakan metode swakelola bukan tanpa alasan, dengan kondisi anggaran yang minim, pengerjaan proyek yang dioptimalkan dengan sistem swakelola terbukti berhasil. Tentunya dengan kualitas yang sangat bagus dan kokoh.
"Pekerjaan dilakukan secara swakelola untuk menjaga kualitas. Sistem terbilang efektif dan efisien, karena tidak ada keuntungan yang diambil. Berbeda jika dilakukan dengan lelang, yang biasanya memakan waktu lebih lama dan ada profit yang harus diambil oleh penyedia, sementara swakelola tidak ada profitnya," pungkasnya. *